Dalam
kitab Ar-Raudhatul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ juz 3/195, dijelaskan bahwa
(yang artinya) “Dan dibenci memanggil salah satu di antara pasutri dengan
panggilan khusus yang ada hubungannya dengan mahram, seperti istri memanggil
suaminya dengan panggilan ‘Abi’ (ayahku) dan suami memanggil istrinya dengan
panggilan ‘Ummi’ (ibuku).”
Selain
panggilan ummi-abi, memanggil istri dengan “ukhti” (yang berarti “saudariku”)
atau “dik” (yang maksudnya “adikku”) juga dibenci karena termasuk mahramnya,
walaupun tidak berniat menyamakan dengan saudarinya. Keterangan ini dikuatkan
pula di dalam kitab Al-Mughni juz 17/199, pasal “Dibenci bagi seorang suami
memanggil istrinya dengan panggilan orang yang termasuk mahramnya, seperti
suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku), ‘Ukhti’ (saudariku),
atau ‘Binti’ (putriku).”
Namun,
hadits ini dhaif (lemah) karena pada sanadnya
adarawi yang majhul (tidak disebut namanya). Dijelaskan pula di
dalam Syarah Sunan Abu Daud, yaitu ‘Aunul Ma’bud: 5/93, bahwa
haditsnya mudhtharrib (guncang) sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Rasulullah
sendiri tidak pernah mencontohkan memanggil isteri-isterinya dengan sebutan
ummi yang berarti ibu dan juga ukhti yang berarti adik. Diriwayatkan
oleh Abu Daud dengan sanadnya dari Abu Tamimah Al-Juhaimi, “Ada seorang
laki-laki yang berkata kepada istrinya, ‘Wahai Ukhti!’ Lalu
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu
saudarimu?’ Beliau membencinya dan melarangnya.” (HR. Abu Daud: 1889)
Secara
psikologis, panggilan ummi-abi juga akan mengurangi kemesraan pada pasangan.
Sebaiknya menggunakan panggilan sayang terhadap pasangan, terutama saat sedang
berdua dengan pasangan. Atau, jika kita ingin membiasakan panggilan ummi atau
abi kepada anak, kita bisa menambahkan nama anak dibelakang panggilan atau ummi
atau abi, sehingga tidak akan terdengar seolah-olah kita sedang memanggil ibu
atau bapak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar